Kamis, 15 Maret 2012

PENGETAHUAN DAN HAL YANG MEMPENGARUHINYA

Pendidikan sangat berpengaruh pada pengetahuan seseorang semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuannya. Menurut Suhardi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang salah satunya adalah pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah orang tersebut menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang didapatnya.
Menurut Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang berpendidikan menengah dan rendah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan informasi, dan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin berkualitas hidupnya.
Menurut Suryanto (2007), informasi adalah salah satu organ pembentuk pengetahuan dan memegang peranan besar dalam membangun pengetahuan. Semakin banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang pengetahuannya.
Menurut Mc. Quail (2000), mengatakan bahwa media massa merupakan wahana bagi banyak isu dalam masyarakat dan hadir dalam berbagai bentuk dan memiliki peran penting dalam menyebarkan beragam informasi dan pendapat sehingga menjadi elemen dan menempati posisi penting dalam masyarakat dan memiliki potensi untuk dikembangkan untuk kepentingan tertentu.
Sedangkan menurut Mc. Luhan (2000), media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, melalui media cetak dan media elektronik sehingga informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Hal ini didukung oleh Siregar (2007) yang mengatakan bahwa pengetahuan seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena pengetahuan tidak hanya didapat dari bangku sekolah, namun pengetahuan lebih banyak diperoleh dari pengalaman hidup.
Sondang (2005) mengatakan bahwa orang yang berpendidikan lebih tinggi punya kesempatan yang luas untuk terpapar berbagai informasi dan akan menjadi lebih berpengetahuan baik dibandingkan dengan mereka yang tidak berpendidikan tinggi. Dan Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula intelektualnya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat dipengaruhi seberapa banyak informasi yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan seseorang dalam menerima informasi yang diperoleh, sehingga semakin banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin baiklah pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang pengetahuannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa dan elektronik serta tenaga kesehatan dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Pendapat ini diperkuat oleh Modlor (1998), “Hubungan informasi dengan pengetahuan” yang dikutip Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pengetahuan juga terbentuk dari pengalaman informasi-informasi yang didapat di pendidikan non formal seperti membaca buku, koran, majalah, serta televisi. Jadi pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pengakuan dan informasi.
Luhan (2009), mengatakan bahwa media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah masyarakat melalui media cetak dan media elektronik sehingga peran informasi yang sama dapat diterima secara serentak. Pendapat ini didukung oleh Achmad (2004), mengatakan  untuk dapat memperoleh pengetahuan, kita dapat memperoleh informasi tersebut dari berbagai sumber, terutama dari media massa, misalnya TV, radio, surat kabar, majalah, komputer bahkan dari internet.





Daftar Pustaka

Siregar. (2007). Pengaruh Pendidikan Terhadap Pengetahuan. Diperoleh tanggal 16 Maret 2012 dari http://www.google.com
Sondang, O. (2005). Pengembangan Sumber Data Insani. Diperoleh tanggal 26 Februari 2012 dari http://www.google.com
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua Jakarta: Rineka Cipta
Suryanto. (2007). Informasi dan Pengetahuan. Diperoleh tanggal 18 Maret 2012 dari http://www.suryanto.blogspot.co.id/html
Achmad, A. (2004). Pemanfaatan Media Massa Sebagai Sumber Pembelajaran. Diperoleh tanggal 4 Maret 2012 dari http://www.google.com
Mc. Luhan. (2009). Informasi sebagai Sumber Informasi. Diperoleh pada tanggal 13 Maret 2012 dari http:// www. kompas.com.

Mc. Quail (2000 ). Informasi. Diperoleh pada tanggal 13 Maret 2012 dari http:// www. kompas.com.

sdfgfdshgdfs

fdzsgdsfgsdf

Jurnal Kesehatan

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG MANFAAT MINYAK KELAPA DI KELURAHAN BENTENG KECAMATAN  CAMPAKA PURWAKARTA

Boedianto, Desember 2008
STIKes A. Yani Cimahi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat di Kelurahan Benteng Kecamatan Campaka  tentang manfaat Minyak Kelapa dari  63 responden yang dikategorikan baik sebanyak 16 orang (25,40), cukup 21 orang (33,33%), dan kurang sebanyak 26 orang (41,27%) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : umur, pendidikan dan informasi.
Menurut Saksono (2006), bahwa umur mempengaruhi pengetahuan seseorang karena semakin muda seseorang semakin rendah pengetahuannya dan pengalaman yang dimilikinya dan sebaliknya semakin lanjut umur seseorang semakin tinggi pengetahuannya dan pengalaman yang dimilikinya. Tetapi bila semua itu didukung oleh faktor pendidikan yang tinggi.
Pendidikan sangat berpengaruh pada pengetahuan sesorang semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuannya. Pendidikan sangat penting dalam pekerjaan serta dalam pengambilan keputusan. Menurut Suhardi (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang salah satunya adalah pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah orang tersebut menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang didapatnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Hal ini diperkuat juga oleh Hurlock (2007) yang mengatakan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan informasi, dan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin berkualitas hidupnya.
Menurut Suryanto (2007), informasi adalah salah satu organ pembentuk pengetahuan dan memegang peranan besar dalam membangun pengetahuan. Semakin banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang pengetahuannya.
Menurut Mc. Quail (2000), mengatakan bahwa media massa merupakan wahana bagi banyak isu dalam masyarakat dan hadir dalam berbagai bentuk dan memiliki peran penting dalam menyebarkan beragam informasi dan pendapat sehingga menjadi elemen dan menempati posisi penting dalam masyarakat dan memiliki potensi untuk dikembangkan untuk kepentingan tertentu. Sedangkan menurut Mc. Luhan (2000), media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, melalui media cetak dan media elektronik sehingga informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.


Referensi :
Saksono, (2008). Manajemen Pengetahuan. Yogyakarta: Fitramaya
Suhardi (2007). Konsep Pengetahuan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta
Hurlock (2007). Pendidikan dan Pengetahuan . Edisi IV. Yogyakarta: Remaja Rosdakarya
Suryanto, R. (2007). Pengetahuan Implisit dan Explisit. Bandung: Tiga Serangkai
Mc. Quail (2000). Media Massa. Edisi V. Jakarta: Cipta Karya

Minggu, 11 Maret 2012

Bronkiektasis

oleh : dr. Rahmatullah, Sp.PD, November 2011

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja. Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.
Indonesia merupakan negara berkembang dimana bronkiektasis mengalami peningkatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah.  Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal napas.  Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan yang bukan perokok
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
a.       Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital.
b.      Bronkiektasis Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut:
·         Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.
·         Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulkan bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis.
Patologi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
a.       Tempat predisposisi bronkiektasis
Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
b.      Bronkus yang terkena
Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.
c.       Perubahan morfologi bronkus yang terkena
·         Dinding bronkus
Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
·         Mukosa bronkus
Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan pernanahan.
·         Jaringan paru peribronkial
Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
d.      Variasi kelainan anatomis bronkiektasis
Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu:
·         Bentuk tabung (tubular, cilindrical, fusiform bronchiectasis).
Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronis.
·         Bentuk kantong (saccular bronchiectasis).
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (cystic bronkiektasis).
·         Varicose bronchiectasis
Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.

e.       Pseudobronkiektasis
Bentuk ini tidak termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia.

Patogenesis
Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain: (1) obstruksi bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3) adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan (4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar.
Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma bronkus, korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.
Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran nafas dan karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru.
Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: (1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, (2) tingkatan beratnya penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena dan (4) ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2) adanya kerusakan fungsi bronkus dan (3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus dapat berupa dilatasi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis dan otot-otot polos bronkus, kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan sesak nafas.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Infeksi pertama (primer)
Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya didahului infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih menjadi pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak dan sebagainya).
2)      Infeksi sekunder
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci, dan sebagainya. Kuman-kuman aerob yang sering ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus pneumonia, hemopilis influenza, klebsiela ozeona, dan sebagainya.
Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi amiloidosis.

Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala:
1.      Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk.
Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sakular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: (a) Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, (b) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan (c) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.
2.      Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal.

Kamis, 05 Januari 2012

PEMAHAMAN



dr. Budi Soentoso (Oktober 2009)



Pengertian Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami.
Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti : (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham). Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak (Depdikbud, 2007).

Kategori Pemahaman
Pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu  kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata –kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan, (2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 115) pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Menurut Sudjana (2007: 24) pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi.

Senin, 28 November 2011

Prevalensi Bronkientasis/Bronkiektasis

 Oleh : dr. Muhammad Rahajoe, Agustus 2008
Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai sehat, baik jasmani, rohani maupun sosial dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI, 2009).
Dampak pembangunan disegala bidang, tidak hanya dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, tetapi juga dapat merugikan masyarakat. Hal yang dapat merugikan antara lain yaitu adanya polusi udara yang  dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Gangguan kesehatan akibat polusi udara diantaranya adalah gangguan pada saluran pernapasan yaitu bronkiektasis.
Riwayat bronkiektasis pertama kali dikemukakan oleh Rene Theophile  Hyacinthe Laennec pada tahun 1819 pada pasien dengan flegmon supuratif. Tahun 1922, Jean Athanase Sicard dapat menjelaskan perubahan destruktif saluran respiratorik pada gambaran radiologis melalui penemuannya, yaitu bronkografi dengan kontras. Dengan pemberian imunisasi terhadap pertusis, campak, dan juga regiman pengobatan penyakit Tuberkulosis (TB) yang lebih baik, maka diduga prevalens penyakit ini semakin rendah. Hal ini dikarenakan penyakit TB dan pertussis merupakan salah satu penyebab bronkiektasis.
Frekuensi bronkiektasis pada tahun 2010 dilaporkan lebih tinggi di negara berkembang yang banyak melaporkan kejadian penyakit campak, TB, dan infeksi HIV. Di Negara maju, kejadian penyakit ini berkaitan dengan fibrosis kistik, cilliary dyskinesia, atau defisiensi imun. Meskipun di negara  maju insidensnya dilaporkan mengalami penurunan, tetapi akhir-akhir ini diperkirakan meningkat sejalan dengan penggunaan metode pemeriksaan yang semakin sensitif. Hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa angka kejadian bronkiektasis yang dikonfirmasi dengan HRTCT pada anak berusia di bawah 15 tahun adalah 147 per 10.000 anak suku Aborigin. Suatu survei nasional yang dilakukan oleh dokter anak di New Zealand menyatakan bahwa insidens bronkiektasis nonkistik fibrosis pada populasi ini 3,7 per 100.000 dengan prevalens 1 per 3000 orang. Data dari Inggris memperlihatkan prevalens 1 setiap 5.800 anak. 
Di negeri-negeri Barat pada tahun 2010, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3%  di antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang  berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.

Minggu, 27 November 2011

POKOK-POKOK PENDIDIKAN SEKS DALAM ISLAM

Prof. Dr. Ahmad Bukhari (September 2008)

Pokok-pokok pendidikan seks dalam Islam yang perlu diterapkan dan diajarkan kepada anak adalah:
a.      Menanamkan rasa malu pada anak
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar bilik mandi, ganti pakaian, dan sebagainya. Membiasakan anak perempuan sejak kecil berbusana Muslimah menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu sekaligus mengajari anak tentangauratnya.
b.      Menanamkan jiwa kelelakian pada anak lelaki dan jiwa keperempuan pada anak perempuan.
Secara fisik maupun psikologi, lelaki dan perempuan mempunyai perbedaan yang diciptakan oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk saling merendahkan, namun semata-mata kerana fungsi yang berbeda yang kelak akan dimainkannya. Islam menghendaki agar lelaki memiliki keperibadian maskulin, dan perempuan memiliki keperibadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai lelaki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak berpakaian sesuai dengan kodratnya. Mereka juga harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata:
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak menirulaki-laki. ( R al-Bukhari).
c.       Memisahkan tempat tidur mereka
Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat.Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berfikir tentang dirinya,tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakancara untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang kewujudan dirinya sebagai kepribadianyang berlainan dan disamping melatihnya bersosialisasi. Pemisahan tempat tidur juga dilakukan terhadap anak dengan kakak atau adik perempuannya, supaya dia menyadaritentang kewujudan perbedaan laki-laki dan perempuan
d.      Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu)
Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum solat subuh, tengah hari, dan setelah sholat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13). Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.
e.       Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin
Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yangmemperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.
f.       Mengenalkan mahramnya
Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harusdiberikan pada anak agar ditaati. Didik anak agar menjaga pergaulan kesehariannya dengan selain wanita yang bukan mahramnya. Inilah salah satu bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak. Dengan demikian dapat diketahui dengan tegas bahwa Islam mengharamkan sumbang mahram. Allah Swt telah menjelaskan tentang siapa mahram dalam surat an-Nisa (4) ayat 22-23:
g.      Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata.
Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Begitu pula dengan mata yang dibiarkan melihat gambar-gambar ataufilm yang mengandung unsur pornografi. Karena itu, jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.
h.      Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilat
Ikhtilat adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang dibolehkan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa sekarang sudah dianggap biasa. Mereka bebas berpandangan, saling berdekatan dan bersentuhan; seolah tidak ada lagi batas yang ditentukan syariah yang mengatur interaksi di antara mereka. Ikhtilât dilarang karena interaksi semacam ini boleh menjadi penyebab kepada perbuatan zina yang diharamkan Islam. Kerena itu, jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.
i.        Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat
Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada disuatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Sebagaimana ikhtilât, khalwat pun merupakan perantara bagi terjadinya perbuatan zina. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan semacam ini. jika bermain, bermainlah dengan sesama jenis. Jika dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak berkhalwat.
j.        Mendidik etika berhias.
Berhias, jika tidak diatur secara Islami, akan menjerumuskan seseorang pada perbuatandosa. Berhias bererti memperindah atau mempercantik diri agar berpenampilan menawan. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk perbuatan maksiat.
k.      Ihtilâm dan haid.
Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia baligh.  Adapun haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan haid tidak hanya sekadar untuk dapat memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan mandi. Yang paling penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Artinya, mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.