oleh : dr. Rahmatullah, Sp.PD, November 2011
Penyebab
bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat. Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat
bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim
paru dan seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Diagnosis
bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakukan
pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga, yaitu
hanya dengan anamnesis saja. Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien
bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya
dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.
Indonesia merupakan negara berkembang dimana bronkiektasis mengalami peningkatan.
Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk
dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Bronkiektasis umumnya
terjadi pada penderita dengan umur rata-rata
39 tahun, terbanyak pada usia 60-80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah
karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan yang
bukan perokok
Bronkiektasis
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Kelainan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya
adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang
masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis
dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
a. Kelainan kongenital
Dalam
hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut,
pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit
kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis),
sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs
inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu
telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga
menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan
kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan,
kifoskoliosis kongenital.
b. Bronkiektasis Didapat
Bronkiektasis sering merupakan
kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut:
·
Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah
seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.
Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang
diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.
·
Obstruksi
bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan
oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari
luar lainnya terhadap bronkus.Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa
adanya infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulkan
bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan
terhadap timbulnya bronkiektasis.
Patologi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai
jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
a. Tempat predisposisi bronkiektasis
Dapat
mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai
kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi
bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus
atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
b. Bronkus yang terkena
Umumnya
adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang terkena.
Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.
c. Perubahan morfologi bronkus yang
terkena
·
Dinding
bronkus
Dapat mengalami perubahan berupa
proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan
patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi
serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan
selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
·
Mukosa
bronkus
Permukaannya menjadi abnormal, silia
pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa dan terjadi
sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada
mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan pernanahan.
·
Jaringan
paru peribronkial
Dapat ditemukan kelainan antara lain
berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura.
Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh
jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
d. Variasi kelainan anatomis
bronkiektasis
Telah
dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu:
·
Bentuk
tabung (tubular, cilindrical, fusiform bronchiectasis).
Merupakan bronkiektasis yang paling
ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis
kronis.
·
Bentuk
kantong (saccular bronchiectasis).
Merupakan bentuk bronkiektasis yang
klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat
ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (cystic bronkiektasis).
·
Varicose
bronchiectasis
Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah
ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.
Adanya
variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting,
karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang
sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama
saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.
e. Pseudobronkiektasis
Bentuk ini
tidak termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat
pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini
bersifat sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini
biasanya merupakan komplikasi pneumonia.
Patogenesis
Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul
kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan
genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada
bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme.
Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain: (1) obstruksi
bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3) adanya beberapa penyakit
tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan (4) faktor
intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis
pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar.
Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula
karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis.
Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus
daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya
obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe
pada anak, karsinoma bronkus, korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti
terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi
infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.
Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang,
dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan
hidrokarbon) ke dalam saluran nafas dan karena terjadinya aspirasi berulang
bahan/cairan lambung ke dalam paru.
Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru
yang mengenai bronkus dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul
berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat
dengan: (1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, (2) tingkatan beratnya
penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena dan (4) ada atau tidak adanya
komplikasi lanjut.Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai
akibat adanya beberapa hal berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2)
adanya kerusakan fungsi bronkus dan (3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau
komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus dapat berupa dilatasi
dinding bronkus, kerusakan elemen elastis dan otot-otot polos bronkus,
kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum,
gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan sesak nafas.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis
bronkiektasis, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Infeksi pertama (primer)
Kecuali
pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya didahului
infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih menjadi
pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut
disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli
terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi
bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang
mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis,
sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis
yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya
adenovirus tipe 21, virus influenza, campak dan sebagainya).
2) Infeksi sekunder
Tiap
pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah
bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat
mukoid dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder.
Sebaliknya apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian
berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah
terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan
pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi
sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis fusiformis,
treponema vincenti, anaerobic streptococci, dan sebagainya. Kuman-kuman aerob
yang sering ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus
pneumonia, hemopilis influenza, klebsiela ozeona, dan sebagainya.
Sesudah
seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya
tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas
pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan,
dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila
penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun.
Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang,
nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang
sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi
amiloidosis.
Manifestasi
Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien
bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya
dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah
adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia
berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit
yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang
ringan.Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan
memberikan gejala:
1. Batuk
Batuk pada
bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang
apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan
menimbulkan sputum sangat berbau busuk.
Pada kasus
yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada
infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sakular type
brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung
beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: (a) Lapisan teratas agak
keruh terdiri atas mukus, (b) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan (c)
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak.
2. Hemoptisis
Hemoptisis
atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini
terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah
dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling
ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai
mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis
(darah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada
bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena
jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah
menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya
minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis
hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis
yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada
bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal.